Thursday, March 24, 2016

BASUH KAKI: TUMBUHKAN CINTA


Basuh kaki. Sebuah cara sederhana. Tetapi menjadi tidak lazim dan sederhana ketika Sang Guru melakoni tindakan yang mestinya dilakukan oleh seorang bawahan. Sang Guru menitipkan pesan tunggal penuh makna, haruslah kamu saling melayani. Memang, melayani membutuhkan sebuah pengorbanan diri. Sang Guru harus rela menanggalkan Ke-Allahan-Nya agar disanggupkan untuk berendah hati. Karena melayani  pula, Sang Guru harus menabrak pola umum, membasuh kaki para murid. Mengapa mesti kaki dan bukan tangan para murid yang dibasuh? Kaki menjadi penyangga anggota tubuh dan karenanya setiap saat harus berpijak di tanah. Kalau bersentuhan dengan tanah berarti ada kotoran berupa debu yang melekat karena itu Sang Guru memilih kaki para murid untuk dibasuh. Sang Guru yang bertindak sebagai pembasuh juga harus tunduk ke bawah agar peristiwa pembasuhan kaki bisa terlaksana. Sebuah tindakan yang benar-benar membutuhkan pengorbanan dan pelayanan menjadi lebih bermakna.
Peristiwa ini merupakan peristiwa anamnesis, pengenangan kembali akan apa yang telah dilakukan oleh Yesus. Setiap kamis putih, Gereja mengungkap dan mengenang kembali peristiwa penuh makna itu serta melihat sosok Sang Guru sebagai pengajar cinta dengan cara sederhana, berbuat hal sederhana pada para murid-Nya. Membasuh kaki tidak dilihat sebagai tindakan simbolik yang  mubasir tetapi peristiwa pembasuhan kaki menjadi pengenangan kembali dan terus dihidupkan dalam diri setiap orang yang menjadi pengikut-Nya, untuk melayani orang lain tanpa perlu menerima imbalan.

Cinta tulus Sang Guru adalah cinta yang melampaui  “ego-diri” karena hanya dengan keluar dari diri, sebuah cinta bisa menemukan maknanya. Cinta  yang hanya menetap dalam diri setiap manusia  adalah cinta diri yang masih kabur maknanya tetapi cinta yang diajarkan oleh Sang Guru adalah cinta yang berkorban, cinta yang melampaui benteng  keakuanku. Karena itu  “onggokan batu” keakuanku mesti dipecahkan agar bisa keluar menemui aku-ku yang lain. Cinta Kristus adalah cintah tulus tanpa rekayasa. Cinta  dan pengorbanan yang diwariskan oleh Yesus tak pernah mati di tengah zaman, melainkan cinta Sang Guru menemukan titik sempurna bagi setiap kita yang terus menghidupi cinta itu.***(Valery Kopong)    

No comments: