Wednesday, November 23, 2022

Membaca “Siluet”

 

Ketika menjelang Pemilu, terutama Pilpres yang akan terjadi pada tahun 2024, biasanya para ketua umum partai memainkan peranan penting. Namun Pilpres yang akan terjadi pada tahun 2024, figur Jokowi juga memainkan peranan penting terkait arah dukungan pada salah satu figur capres. Memang Jokowi masih berada dalam naungan PDIP tetapi bukan berarti beliau tidak punya suara untuk menentukan capres nanti. Jika figur capres yang akan diputuskan oleh PDIP sesuai dengan kriteria Jokowi maka beliau langsung memberikan dukungan. Namun andai kata, figur yang diusung sebagai capres oleh PDIP yang tidak sesuai dengan kriteria Jokowi maka kemungkinan besar, Jokowi bisa memberikan rekomendasi  figur lain pada koalisi Indonesia Bersatu yang selama ini memberikan angin positif pada Jokowi.

Mengapa Jokowi bisa diandalkan dalam memberikan rekomendasi terhadap figur capres untuk tahun 2024? Jawabannya sederhana, yakni Jokowi mempunyai relawan tangguh yang bekerja selama ini untuk memenangkan Jokowi pada Pilpres yang telah berlalu. Beberapa kali Jokowi menghadiri acara yang diselenggarakan oleh para relawannya dan memberikan peringatan, “ojo kesusu,” artinya jangan buru-buruh menentukan capres dan jangan buru-buru mendeklarasikan capres saat ini. Apa yang dikatakan Jokowi ini sebagai “warning” bagi setiap partai untuk mempersiapkan figur secara matang dan diterima oleh publik. Kriteria itu tidak sekedar mantan gubernur tetapi rekam jejak masa lalu bisa memberikan informasi pada masyarakat yang pada akhirnya menentukan pilihan bijak.

Memahami  naluri politik Jokowi sepertinya membaca “siluet” yang sulit ditebak oleh lawan-lawan politik. Langkah politik Jokowi terkesan lamban namun pasti dan menukik. Filosofi letak keris Jawa bisa memberikan gambaran tentang cara berpolitik ala Jokowi. Ketika mengenakan pakaian ada Jawa, biasanya keris ditaruh pada posisi belakang. Sebagai lelaki Jawa, tidak sekedar untuk mengenyampingkan posisi keris itu tetapi ketika menelusuri kedalaman makna dan mengaitkan dengan tindakan politis, ada korelasi makna. Keris itu kelihatan kecil namun bisa menusuk dari belakang dan mematikan.

Dalam strategi perang, keris tidak diperlihatkan pada lawan, artinya bahwa lawan juga sulit membangun strategi untuk membela diri dan mematahkan lawan. Situasi ini agak berbeda ketika kita membandingkan dengan cara orang-orang Timur Indonesia, selalu memperlihatkan senjata saat melakukan peperangan. Memang ada baiknya memperlihatkan senjata perang untuk menakutkan lawan, namun dengan itu lawan bisa dengan mudah mencari strategi untuk mematahkannya.


Mungkin terlalu jauh jika kita  menganalisah keterkaitan antara senjata dengan langkah-langkah politik. Namun dalam berpolitik, mirip peperangan, ada yang harus dikalahkan melalui pertarungan demokrasi (pemilu) dan cara-cara tidak terpuji bisa dilakukan, mirip tusukan keris dari belakang yang sanggup mematikan lawan. Berpolitik itu  harus tahu strategi untuk mengalahkan lawan. Jokowi telah menjadi pemenang dalam pertarungan demokrasi.***(Valery Kopong)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tuesday, November 22, 2022

Romero dan Jalan Martyria

 

Membaca Kisah Para Rasul yang mengisahkan tentang kehidupan Jemaat Perdana, terlihat jelas tugas-tugas Gereja yang perlu dilakukan oleh Gereja saat ini. Ada persekutuan (koinonia) yang memperlihatkan sebuah persaudaraan sejati. Mereka hidup secara bersama dalam kelompok, tentu memperlihatkan sebuah aspek yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari. Ada gerak bersama seperti doa secara bergilir (liturgya) dari rumah yang satu ke rumah yang lain sambil memecah-mecahkan roti. Doa menjadi kekuatan yang bisa menopang ziarah perjalanan paguyuban itu. Selain itu mereka mendengarkan pengajaran para rasul (kerygma) dan  melayani (diakonia) satu dengan yang lain. Ada satu hal penting yang dilakukan adalah kesaksian (martyria) dan menjadi penting serta  memberikan ciri tersendiri pada kelompok Jemaat Perdana ini.

Tulisan sederhana ini hendak menyoroti kesaksian, tidak hanya dilakukan oleh Gereja perdana tetapi dalam Gereja masa kini, justeru seorang Uskup Agung Romero memberikan pembelaan pada kaum miskin dan upaya menghadirkan wajah Kristus yang berpihak, namun  pada akhirnya mengantarkan dirinya pada ujung senjata yang mematikan. Uskup Romero yang hidup di El Salvador menjadi terkenal di daerah Amerika Latin dan memberikan opsi keberpihakkannya pada orang kecil yang tanah-tanah mereka dikuasai oleh penguasa. Romero tak tinggal diam. Beliau tidak membangun menaruh gading untuk membentengi diri dari kebisingan hidup luar biara, namun beliau terlibat dengan caranya tersendiri, yakni berpihak pada mereka yang kecil dan tersingkirkan.

Suara profetisnya menyoroti tindakan represif dari mereka yang berkuasa. Ternyata suara sang gembala ini selalu mengusik ketenangan mereka yang menamakan diri sebagai penguasa. Karena itu ketika Ia sedang merayakan Ekaristi dan persis pada saat konsekrasi, Ia ditembak mati. Ia jatuh tersungkur di altar bersama tubuh dan darah Kristus yang sedang dihunjukkan itu. Kematian yang dialami oleh Romero bukanlah kematian sia-sia. Namun kematiannya merupakan kematian berharga karena telah membela orang-orang kecil. Memang, menjadi imam, nabi dan raja, tidak berhadapan dengan jalan hidup yang mulus, tetapi justeru selalu mendapatkan tantangan dan ancaman sehingga nyawa menjadi taruhan.    


Romero belajar dari Kristus yang datang mewartakan Kerajaan Allah dengan penuh resiko. Seperti Kristus yang mewartakan Kerajaan Allah harus menerima konsekuensi tragis sebagai bagian dari perutusan-Nya, demikian juga Romero.  Kisah korban Yesus menjadi kisah inspiratif sepanjang waktu. Kematian Yesus di atas kayu salib bukanlah kematian sia-sia, tetapi ada nilai lain di balik kematian-Nya. Upaya dari salib adalah keselamatan manusia. Semoga darah Romero menjadi benih bagi iman umat Kristiani.***(Valery Kopong)

 

Monday, November 21, 2022

“Unclean Spirit”

 

Beberapa hari belakangan ini muncul reaksi dari orang-orang Katolik dan Kristen Protestan terhadap apa yang dikatakan oleh Daniel Mananta saat mewawancarai Ustad Abdul Somad. Pernyataan Daniel bahwa di salib itu ada “unclean spirit” dan apa yang dikatakan ini memancing reaksi kemarahan publik. Terhadap reaksi yang diperlihatkan publik saat ini, belum terlihat reaksi balik dari Daniel. Terhadap apa yang dikatakan Daniel sebagai bentuk perendahan terhadap martabat Kristus yang tersalib, apakah menggerus iman kekatolikan?

Dalam sejarah perjalanan Gereja Katolik, begitu banyak hambatan yang dialami bahkan begitu banyak penindasan yang dialami itu, tidak pernah menyurutkan iman kekatolikan. Merendahkan salib dengan mengatakan “unclean spirit” merupakan sebuah dugaan dan khayalan atau jangan-jangan sebuah phobia semu. Apa yang dinarasikan oleh Daniel memperlihatkan lemah imannya akan Kristus. Daniel, menurut beberapa sumber mengatakan bahwa ia adalah seorang Katolik namun dalam peristiwa ini kita bisa mempertanyakan tentang sikap iman sebagai orang Katolik.

Sebagai orang Katolik dan beriman pada Kristus, salib adalah puncak kasih dan pengorbanan Kristus untuk menebus manusia.  Puncak iman kekristenan adalah pengalaman kebangkitan Kristus dan proses kebangkitan yang dilalui oleh Yesus, tentu melewati jalan terjal sampai puncak penyaliban-Nya di Golgota. Salib tidak dilihat sebagai akhir dari kehidupan Yesus namun melalui salib itu ada tawaran keselamatan. “Bapa, selesailah sudah!” Inilah kata-kata akhir sebagai bentuk pertanggung jawaban Yesus di atas kayu salib. Penderitaan manusia didekap-Nya pada puncak kayu salib itu. Melalui salib, Ia harus mati dan pada hari ketiga Ia bangkit dari alam maut.

Allah yang telah mengutus-Nya tak pernah membiarkan Ia bergulat dengan maut, namun karena kuasa Allah, Yesus bangkit mulia dari alam maut. Bagi kita yang beriman akan Kristus, proses penyelamatan manusia yang dilalui Yesus, tidaklah mudah. Ia setia dalam penderitaan, penyaliban dan bangkit dari alam maut. Proses ini dilalui seorang Mesias, penyelamat. Karena itu ketika Yesus di atas kayu salib dan diolok-olok, Ia tidak memberikan reaksi. “Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel?”  Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya. Apakah Yesus bisa turun dari salib saat diolok? Bisa saja, namun andaikata Ia turun dari kayu salib, maka keselamatan tidak terjadi karena belum tuntas proses yang harus dilalui Yesus.


Yesus telah menunjukkan ketaatan pada Allah dan kecintaan-Nya pada manusia. Salib yang dipikul Yesus merupakan salib keselamatan. Tak ada “unclean spirit” yang bertengger di salib itu, yang ada adalah tawaran keselamatan. Spirit yang muncul dari salib adalah cinta tanpa pamrih.***(Valery Kopong)

 

 

Sunday, November 20, 2022

Stefanus dan “Hujan Batu”

 

Menelusuri kisah perjalanan hidup orang-orang kudus, memberikan pelajaran berharga bagi umat Kristiani. Orang-orang kudus, terutama yang mati karena mempertahankan imannya akan Kristus (martir) menjadi sebuah kesaksian yang hidup. Kebangkitan Kristus dan ajaran-ajaran-Nya tidak bisa didiamkan saja tetapi justeru diwartakan ke semua orang agar orang menjadi tahu, siapa sesungguhnya Yesus dan menjadi percaya pada-Nya. Ketika mempelajari sejarah kemartiran Santo Stefanus, ada nilai pengorbanan yang perlu diteladani. Ia dikenal sebagai martir pertama dalam Gereja Katolik.

Siapa itu Stefanus? Nama Stefanus pertama kali mengemuka di dalam Kisah Para Rasul. Ia adalah salah seorang di antara tujuh diakon yang dipilih para rasul untuk menyalurkan bantuan pangan dan santunan lain kepada warga termiskin Gereja Perdana, terutama para janda. Di antara tujuh diakon itu, Stefanus yang penuh Roh Kudus, didaulat menjadi kepala atas para diakon (pelayan). Ke tujuh diakon dan juga jemaat perdana, tidak hanya berkumpul untuk mendengarkan ajaran para rasul tetapi juga bergerak keluar untuk menjadi seorang pewarta. Beberapa catatan dari Kisah Para Rasul, menggambarkan bagaimana peran Stefanus dalam upaya memperkenalkan Kristus yang bangkit dan karya-karya-Nya kepada semua orang yang dijumpainya. Seperti Sang Guru, pewartaan itu penuh risiko. Risiko yang dialami, tidak kehilangan jabatan pelayanan tetapi lebih dari itu kehilangan nyawa. Apakah Stefanus menjadi gentar hatinya ketika diteror balik oleh mereka yang tidak percaya akan Kristus?  

Diriwayatkan bahwa rasul-rasul memilih para diakon sesudah munculnya keluhan di kalangan orang Yahudi Helenis (orang Yahudi yang berbudaya dan berbahasa Yunani) yang merasa janda-janda dari golongan mereka disepelekan sementara janda-janda dari golongan Yahudi Ibrani didahulukan dalam urusan pembagian santunan yang didanai derma jemaat. Karena "Stefanos" adalah nama khas Yunani, maka diduga Stefanus adalah seorang Yahudi Helenis.  Stefanus adalah orang yang penuh iman dan Roh Kudus, dan pernah mengadakan mukjizat-mukjizat disaksikan khalayak ramai (Kisah Para Rasul 6:5, 8).

Kegigihan Stefanus untuk memberikan kesaksian tentang Kristus semakin memuncuk, karena itu dia dihadapkan pada Sanhedrin (pengadilan agama). Stefanus pada peristiwa tragis berdarah itu diseret keluar dan dirajam dengan batu sampai mati. Dalam peristiwa itu, Saulus berperan penting untuk memberikan restu agar nyawa Stefanus dihabiskan karena telah memperkenalkan Yesus pada ruang-ruang terbuka. Ketika semakin nyaring ia mewartakan tentang Kristus dan menegaskan bahwa Ia adalah Mesias, para penentang Kristus menutup telinga dan tak mau mendengarnya. Stefanus diseret keluar kota Yerusalem dan membunuhnya dengan “hujan batu.”


Di tengah sakit dan luka yang menganga akibat hantaman beribu batu itu, Stefanus masih memberikan pengampunan pada mereka yang merajamnya. “Sambil berlutut ia berseru dengan suara nyaring: "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" Dan dengan perkataan itu meninggallah ia” (Kis : 7:60). Keterlibatan Saulus menjadi penting dalam mengeksekusi Stefanus. Namun pahala besar bagi Saulus adalah pengalaman pertobatan di kota Damsyik. Stefanus meninggal sebagai martir, sedangkan Paulus (yang dulu dikenal sebagai Saulus) mengalami titik balik hidupnya dan menjadi pewarta terbesar dalam Gereja Katolik.***(Valery Kopong)

 

 

 

Saturday, November 19, 2022

"Qohelet"

 

Ketika mengajar mata pelajaran Agama Katolik pada anak-anak, sesungguhnya saya sendiri juga terus belajar terutama tentang pendalaman terhadap Kitab Suci. Banyak orang Katolik, apabila disuruh untuk membaca dan mendalami Kitab Suci, biasanya menghindar dengan pelbagai alasan. Ada yang mengatakan bahwa Kitab Suci itu kurang menarik untuk dibaca dan ada juga mengatakan bahwa biarlah Kitab Suci dibaca dan ditafsir oleh para ahli Kitab Suci. Kita umat hanya sebagai pendengar setia. Beberapa alasan ini memang cukup masuk di logika namun dengan semakin menghindar untuk tidak membaca Kitab Suci, berarti pada saat yang sama, semakin kita kurang mengenal siapa itu sesungguhnya Yesus.

Santo Hironimus pernah mengatakan bahwa siapa yang tidak membaca Kitab Suci maka ia tidak mengenal Kristus. Pernyataan ini sangat menyentuh kesadaran kita untuk memahami esensi dasar Kitab Suci yang memuat pengalaman iman umat Israel (Kitab Suci Perjanjian Lama) dan mengenal Kristus serta ajaran-ajaran-Nya (Kitab Suci Perjanjian Baru). Dengan sentilan kuno seorang Hironimus memberikan gambaran pada kita bahwa Kitab Suci memberikan informasi dan sekaligus penguatan iman pada kita jika kita mengakrabi Kitab Suci itu. Cara sederhana mengakrabi Kitab Suci adalah dengan membaca. Membaca Kitab Suci adalah sebuah cara untuk membangun keintiman personal dengan Kristus sebagai tokoh iman.

Setiap orang yang membaca Kitab Suci, tentu memiliki daya tarik tersendiri terhadap kitab tertentu dengan pelbagai alasan. Jika membaca Kitab Suci Perjanjian Lama, satu kitab favorit saya adalah Kitab Pengkhotbah. Ketertarikanku pada Kitab Pengkhotbah tentu dengan pelbagai argumen, terutama si Pengkhotbah sendiri mengajak kita untuk merenungkan tentang waktu dan memulainya dengan sedikit pesimis. Tema utama Kitab Pengkhotbah adalah “ketiadaan makna dari segala sesuatu yang bersifat duniawi: “Kesia-siaan belaka,” kata sang pengkhotbah, “kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia” (Pkh 1:2,14; 12:8). Gagasan utama ini dikemukakan dengan berbagai macam variasi. Membaca Kitab Pengkhotbah ini sepertinya mengajak kita untuk terus merenungkan tentang kehidupan yang hari ini kita lalui, dan besok generasi lain melalui jalur waktu yang sama.


Perputaran waktu dan pergeseran generasi, namun bumi tetap ada. “Sungai-sungai mengalir ke laut tetapi laut juga tidak menjadi penuh.” Siklus kehidupan yang diungkapkan oleh Pengkhotbah ini memberikan gambaran tentang manusia dan perputaran waktu yang bisa mengubah segalanya.

Pengkhotbah atau sering disebut sebagai “Qohelet” memandang sesuatu dalam kekosongan bahkan kesia-siaan sebagai bagian dari proses pencarian manusia dan refleksi di bawah kolong langit ini. “Untuk apa kita berjerih lelah di bawah terik matahari ini? Angkatan yang satu pergi dan angkatan yang lain datang, namun bumi tetap sama.” Dalam rentang refleksi tentang rotasi waktu, hanya manusia yang larut di dalamnya. Allah tetaplah abadi.***(Valery Kopong)

Friday, November 18, 2022

Merdeka Berpikir

 

Menilai perdebatan di SMA Tarsisius Vireta tentang kurikulum cukup menarik perhatian. Anak-anak SMA/SMK sekaligus peserta lomba ternyata memiliki data tentang kurikulum 2013 dan kurikulum merdeka  yang cukup kuat dan dengan data itu mereka bisa beradu argumentasi. Perdebatan yang menarik ini bisa melahirkan pertanyaan penting bagi kita. Seberapa penting pengaruh kurikulum terhadap dunia pendidikan dan dampaknya pada anak-anak sekolah? Pertanyaan ini menjadi penting karena sepanjang sejarah perjalanan pendidikan Indonesia, sudah beberapa kali terjadi pergantian kurikulum. Kesan kuat yang muncul adalah setiap kali pergantian presiden, pada saat yang sama, kurikulum diganti dan ditawarkan kurikulum yang baru.

Pada masa pemerintahan Jokowi ini, menteri pendidikan menggulirkan kurikulum baru yang “dibaptis” dengan nama kurikulum merdeka. Walaupun penerapan kurikulum ini masih terbatas namun esensi utama dari kurikulum ini lebih menekankan pada proses pembelajaran. Ada empat kekuatan pokok yang bisa memberi warna kurikulum merdeka ini, yakni:  struktur kurikulum lebih fleksibel, fokus pada materi esensial, penggunaan beragam perangkat ajar, pemanfaatan teknologi digital.

Terkait materi debat tentang kurikulum, cukup banyak disoroti mengenai pemilihan materi esensial pada kurikulum merdeka dan pada kurikulum 2013 lebih banyak materi yang dibebankan pada siswa. Pemilihan materi esensial pada kurikulum baru ini mengingatkan kita akan penerapan kurikulum di beberapa negara dengan memperhitungkan juga dunia kerja. Rancangan kurikulum dalam dunia pendidikan, tidak bisa berdiri sendiri tetapi juga para perancang kurikulum harus mampu adopsi kurikulum itu dengan konteks dunia kerja. Mengapa harus ada keterkaitan antara kurikulum dengan dunia kerja? Karena seluruh proses pembelajaran itu harus diimbangi dengan dunia kerja sebagai basis akhir dari proses pencarian kerja bagi anak-anak yang lulus sekolah.


Rancang bangun kurikulum mestinya menjawabi tantangan pada dunia kerja. Sebagai contoh di negara Thailand yang menghidupkan dunia pertanian modern, maka  kurikulum yang dirancang mendukung dunia kerja terutama menghidupi dunia agrikultura. Dengan dukungan pendidikan ini maka orientasi masyarakat sebagai produk akhir dari pendidikan, menyiapkan skill yang baik untuk langsung terpakai pada dunia kerja. Untuk Indonesia sendiri, belum menentukan jati diri, apakah sebagai negara agraris atau industri? Namun rancangan kurikulum dan perhatian pemerintah lebih mengarah pada dunia industri dan teknologi. Karena itu anak-anak perlu dipersiapkan secara maksimal tentang dunia industri dan teknologi melalui pemilihan materi esensial.***(Valery Kopong)

 

 

 

 

Wednesday, November 16, 2022

Relasi Mutualistik

 

Menjadi juri pada lomba debat di SMA Tarsisius Vireta merupakan sebuah kehormatan. Memposisikan diri sebagai seorang juri dalam lomba debat, harus jeli melihat esensi debat dan kronologi pemaparan materi secara sistematis serta bagaimana membangun pertahanan gagasan itu. Banyak  tema yang disodorkan oleh panitia untuk diperdebatkan. Ada tema tentang penggunaan media sosial, kurikulum, pembangunan infrastruktur di Jawa dan luar pulan Jawa, serta tak kalah penting adalah tema tentang pengembangan UMKM secara daring. Penulis sendiri mencoba untuk menelisik tema-tema ini secara lebih detail. Tulisan kali ini saya mencoba mengupas esensi debat terkait pengembangan UMKM secara daring.

Bagi saya secara pribadi, tema ini menarik karena bisnis daring yang dikembangkan saat ini memberikan peluang pada hampir setiap orang untuk bersaing. Bagi kelompok yang pro dalam debat itu melihat bahwa adanya bisnis secara daring memberikan kemudahan bagi para pembeli untuk memesan barang dan menerimanya di rumah. Dengan sistem penjualan seperti ini memberikan kesempatan pada setiap orang untuk mengembangkan kemampuan berbisnis dan juga mengembangkan ekonomi keluarga.

Sementara itu, dari kelompok yang kontra dalam debat itu, melihat bisnis secara daring tidak sekedar sebagai peluang yang menguntungkan tetapi juga membawa kebuntuan, baik bagi penjual maupun bagi pembeli. Secara jeli, kelompok kontra ini melihat kasus yang sedang terjadi, seperti traksaksi pembayaran dengan menggunakan struk palsu dan juga identitas pribadi bisa dilihat pada ruang publik.    

Dari materi debat tentang bisnis daring yang semakin hangat diperdebatkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar masyarakat kita, baik masyarakat kota maupun masyarakat desa, masih enggan untuk belanja secara online. Alasan utama, mengapa kebanyakan orang belum sepenuhnya belanja secara daring karena takut terjadi penipuan dan juga apa yang dibeli itu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Dengan itu, mereka lebih cenderung menghidupi cara belanja secara langsung, karena bisa memudahkan memilih barang-barang yang menjadi kesukaan dan bisa bertraksaksi. Sedangkan bagi mereka yang tidak mau membuang-buang waktu untuk belanja, lebih senang mengadakan transaksi secara daring dan sekaligus siap menanggung resiko.


Dari hasil debat itu, pada akhirnya mendapatkan catatan dari para juri. Sebagai salah satu tim juri, saya sendiri melihat berbisnis tidak lebih dari sebuah pertarungan, mirip strategi peperangan dalam dunia militer.  Dalam membangun bisnis, perlu adanya strategi yang harus dirancang untuk mempertahankan bisnis  dan juga strategi untuk menciptakan peluang-peluang baru dalam berbisnis. Para pebisnis yang muncul beriringan dengan teknologi dituntut kreatif dan menempatkan daya kreatif mereka sebagai bagian dari proses pertahanan ekonomi. Seni berbisnis saat ini tidak semata-mata memperlihatkan kreasi yang manipulatif tetapi juga membangun seni mencintai pembeli sebagai rekan yang menyokong kehidupan dan pada akhirnya menawarkan relasi mutualistik.***(Valery Kopong)   

Tuesday, November 15, 2022

"Hidup Jadi Berkat"

 

Beberapa waktu lalu, tepatnya di hari pahlawan, seorang perempuan yang pernah mendonorkan ginjalnya ke salah seorang yang membutuhkan, meninggal dunia. Kepergiannya cukup mengagetkan dan mengundang perhatian publik. Setahun sebelumnya, Fransisca Ncis mendonorkan ginjalnya pada Budi, seorang yang gagal ginjal. Budi bukan keluarganya tetapi karena keprihatinan maka ia berani memberikan ginjalnya, organ tubuh yang sangat vital untuk diberikan kepada orang yang membutuhkan. Apa yang dilakukan oleh Fransisca Ncis merupakan “tindakan heroik” untuk menyelamatkan orang lain. Ia menempatkan penderitaan orang lain (Budi) sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam hidupnya.


“Organ tubuhmu tak diperlukan di surga, tapi diperlukan di dunia.” Kata-kata yang keluar dari mulut seorang Fransisca Ncis ini menggambarkan sikap peduli pada sesama manusia  yang tengah berziarah di dunia ini. Bahwa segala hal yang fana, termasuk organ tubuh masih bermanfaat jika kita masih hidup di dunia ini sejauh diberikan pada orang yang tepat dan pada situasi yang tepat pula. Memang organ tubuh tidak diperlukan di surga karena ketika manusia mati, jazadnya melebur dan menyatu dengan tanah, ibu pertiwi.

 

Dalam refleksi iman, kita bisa melihat pengorbanan diri seorang Fransisca Ncis berkaca pada sikap imannya akan Kristus yang diimani. Kehadiran Yesus di dunia ini membawa suatu harapan baru bagi manusia yang telah ditebus dengan darah dan nyawa-Nya di atas kayu salib. Pengalaman salib bukanlah pengalaman buntu tetapi pengalaman salib membawa puncak keselamatan dunia. Sebagai pengikut Kristus, penderitaan yang dilalui oleh Yesus adalah jalan terjal untuk memulihkan dunia dan menyelamatkan manusia. Hanya melalui pengalaman salib dan Jumat Agung, kita boleh bergembira merayakan warta kebangkitan Kristus pada Minggu Paskah.

Hidup yang sedang kita jalani ini tentu membawa dua sisi yang berbeda. Terkadang kita mengalami pengalaman kegelapan (pengalaman Jumat Agung) dan terkadang kita boleh merayakan kegembiraan Paskah setelah melewati jalan terjal kehidupan ini. Kita menyadari bahwa pengalaman pahit dan manis telah dilalui oleh Fransisca Ncis. Mendonorkan  ginjalnya pada Budi merupakan sebuah tindakan mulia. Ia rela berbagi pada orang lain, walaupun yang dibagi itu adalah hal yang sangat vital dalam hidup.  Dalam sikap imannya, ia menyatukan pengorbanannya dengan kurban Kristus di salib untuk melihat jeritan seorang Budi yang gagal ginjal itu sebagai orang yang wajib ditolongnya.  “Budi, penerima ginjal dari Fransiska Ncis turut mengantar kepergian abadi almarhumah. Kasih sejati memberi tanpa syarat. Budi akan membawa kenangan bersama Fransiska yang akan hidup selamanya. Melihat Budi menggenggam erat tangan Fransiska untuk terakhir kalinya, rasa haru menyeruak. Budi seolah berbisik: Sebagian dari dirimu akan terus hidup bersamaku." Hidup ini sudah jadi berkat.***(Valery Kopong)

 

 

 

 

Monday, November 14, 2022

Seruan Iman Bartimeus

 

Membaca Injil Luk. 18:35-43, memperlihatkan sebuah tindakan yang mengubah masa kelam si buta untuk menjadi melek dan bisa melihat kembali. Injil Lukas tidak memperlihatkan siapa sebenarnya si buta itu. Namun jika kita membaca Injil Markus 10:46-52, kita bisa melihat bahwa yang dimaksudkan dengan orang buta adalah Bartimeus. Menjadi buta bukan menjadi halangan baginya  untuk melihat Yesus. Namun justeru dalam kebutaan itu, ia sanggup melihat, siapa itu Yesus sesungguhnya.

Iman seorang Bartimeus sangat kuat. Ia berusaha untuk mencari tahu, siapa sesungguhnya Yesus akan lewat di jalan itu. Mendengar bahwa Yesus akan lewat, ia berusaha untuk mencari perhatian agar dirinya yang buta mendapatkan sentuhan kasih, terutama dari Yesus. Semakin ia mencari tahu dan semakin ia berteriak kencang, orang-orang di sekitarnya mengharapkan supaya ia diam. Namun ia berteriak:  “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!”  Kata-kata yang diucapkan oleh Bartimeus dan kemudian dijadikan sebagai gelar untuk Yesus, mengingatkan kita bahwa seorang Mesias lahir dari keturunan Daud. Mesias yang diramalkan kedatangan-Nya oleh nabi Yesaya dengan menyusuri jalan dan menjumpai orang-orang sekitar.

Kisah ini menarik dan penuh sensasi karena Bartimeus mendapatkan anugerah istimewa. Keterpurukan hidup dan tidak melihat dunia karena mengalami buta matanya, merupakan pengalaman yang menyakitkan. Tetapi pada titik perjumpaan dengan Yesus, ia mengalami titik balik dalam sejarah pengalaman hidup. Seperti Bartimeus yang buta, pernahkah kita mengalami anugerah istimewah dari Tuhan?  Sekecil apa pun pengalaman yang kita alami dalam hidup, pada saat yang sama kita mengalami kehadiran Tuhan. Mengalami kehadiran Tuhan, tidak menuntut kita harus buta terlebih dahulu, namun perlu membuka diri bagi kehadiran-Nya.


Perjumpaan membawa kegembiraan  tersendiri. Karena berjumpa dengan Yesus maka Bartimeus bisa mengalami dunia baru. Tetapi kerinduan terdalam untuk bisa melihat sangat bergantung pada iman seorang Bartimeus. Walau matanya buta namun ia sanggup melihat Yesus sebagai Mesias, penyelamat dengan mata batinnya. Sanggupkah kita mengalami kehadiran Tuhan dalam hidup?***(Valery Kopong)

 

 

Sunday, November 13, 2022

"Jalan Mamon"


 

Ketika mengikuti perhelatan demokrasi pada momentum pemilihan kepala desa dari jarak jauh, beberapa hal perlu mendapat sorotan. Pemilihan kepala desa dilihat sebagai pesta demokrasi yang mestinya membawa nuansa kegembiraan untuk memilih figur-figur yang dijagokan untuk memimpin desa itu. Tetapi fakta berbicara lain. Hajatan lima tahunan ini justeru memunculkan politik indentitas dan juga menjadi kesempatan pertarungan para anggota DPRD yang menjagokan incumbent yang selama ini berperan penting memuluskan jalannya menuju kursi terhormat itu. Mencermati dua fenomena ini menjadi menarik untuk ditelusuri karena politik primordial seperti ini mengabaikan figur-figur produktif yang menawarkan program-program unggulan dalam pemaparan visi dan misi itu.

Memang, dalam tataran nasional maupun tataran politik lokal, politik dengan mengedepankan aspek primordial seperti suku, dan agama menjadi identitas yang menekankan kedekatan dengan figur yang memiliki kesamaan dengan pemilih. Berpolitik dengan mengusung aspek primordial dalam tatanan masyarakat desa, jauh lebih berbahaya karena rentetan relasi kemargaan menjadi terganggu, tidak hanya urusan politik sesaat tetapi juga urusan-urusan adat. Jika si A berasal dari suku/marga A dan memilih untuk mendukung salah seorang figur dari suku/marga B maka ini menimbulkan sebuah pertanyaan di dalam kelompok masyarakat yang berasal dari suku/marga A. Orang yang bersangkutan menjadi musuh abadi dalam kalangan marga/suku A karena pilihan yang berbeda.

Menyimak pilihan bebas  si A yang berani melampaui batas suku/marga untuk memilih seorang figur dari suku/marga lain, tentu memiliki alasan yang kuat, terutama ketika terjadi pemaparan visi dan misi yang bisa memberikan harapan bagi para pemilih untuk melihat secara jernih, program-program unggulan yang ditawarkan oleh salah seorang figur, walaupun berasal dari suku / marga yang lain. Tindakan memilih secara bebas ini menjadi sebuah pembelajaran bahwa dampak dari politik identitas tidak membawa sebuah pencerahan. Karena itu jauh lebih penting jika menempatkan nilai demokrasi dalam konteks kebebasan nurani untuk memilih figur-figur mana yang tepat untuk memimpin desa.

Dalam konteks pemilihan kepala desa yang telah  berlangsung menyisahkan banyak persoalan, membuat masyarakat dan juga para penyelenggara semakin ruwet untuk memikirkan jalan keluar pemecahannya. Menurut penulis, budaya demokrasi yang mengedepankan asas LUBER (langsung, umum, bebas dan rahasia) masih jauh dari harapan. Soal kerahasiaan belum bisa terjaga karena masing-masing pendukung yang nota bene berasal dari suku/marga yang berbeda mencoba untuk menakar, berapa orang pemilih yang akan memilih figur si A dan juga berapa orang pemilih yang memilih si B. Kalkulasi ini dibuat berdasarkan teritori kesukuan / kemargaan yang di satu sisi baik bahwa masing-masing marga mengusung figurnya tetapi juga membawa dampak yang tidak baik karena memangkas kebebasan berdemokrasi. Kebebasan dipangkas demi politik primordial yang belum tentu menghasilkan figur yang diharapkan masyarakat.

Persoalan lain yang juga disoroti adalah keterlibatan anggota DPRD yang mendukung incumbent (petahana) dalam proses pemilihan kepala desa. Keterlibatan anggota DPRD tidak secara terang-terangan merupakan hal yang wajar karena bagaimanapun di desa yang sama dan suara-suara yang sama juga pernah mengantarkan anggota dewan tersebut untuk duduk di kursi terhormat itu. Tetapi menjadi persoalan adalah ada dugaan gelontoran dana pada salah satu figur yang dijagokan oleh anggota dewan tersebut. Perilaku ini tidak memberikan pendidikan politik yang baik pada masyarakat. Di satu sisi, selama ini digaungkan demokrasi berjalan secara normatif dan jauh dari money politic tetapi di sini lain, praktek money politic pada basis politik paling bawah sedang ditumbuh-suburkan.

Figur calon kepala desa yang didukung oleh anggota dewan dalam kalkulasi politik, mengarah pada kemenangan. Sokongan dana menjadi mesin penggerak utama dalam meraih kemenangan, apalagi orang-orang kampung yang umumnya gampang dibeli suaranya dengan uang. Uang menjadi daya tarik utama untuk memilih figur yang menawarkan jalan mamon itu. Dalam saat-saat terakhir pemilihan itu berlangsung, tim sukses terus bergerilya untuk menawarkan transaksi politik dengan uang. Dalam hitungan sekejap, politik identas bisa dilupakan, dan orang ramai-ramai memilih figur yang manawarkan “mamon” (uang) sebagai ikatan politik sesaat. Di bawah  “remang-remang” politik pedesaan ini, kita bertanya diri, apakah pemilihan kepala desa merupakan hajatan orang kampung atau hajatan anggota dewan?*** (Valery Kopong)

Thursday, November 10, 2022

Menjadi Pahlawan Untuk Diri Sendiri

 

Banyak cara yang dilakukan untuk memperingati hari pahlawan yang jatuh tepat pada 10 November. Keluarga besar SD Insan Teratai mengisi hari pahlawan ini dengan menampilkan tarian, musik angklung dan juga fashion show dari masing-masing kelas. Setiap anak mengenakan pakaian yang memperlihatkan profesi tertentu. Ada yang mengenakan pakaian, layaknya sebagai seorang dokter, polisi, tentara dan beberapa profesi lain.

Memaknai hari pahlawan ini, masing-masing anak memahaminya dalam konteks kekinian. Jika pahlawan tempo dulu yang dilihat sebagai pejuang yang mengusir penjajah maka dalam konteks kekinian, anak-anak berusaha memahami pahlawan sebagai pejuang yang memberikan spirit untuk bekerja dan mengabdi pada negara. Profesi seorang dokter misalnya, berusaha sedapat mungkin dengan keilmuan yang ada, berjuang menangani pasien. Karena itu seorang dokter di mata seorang pasien, tentu dilihat sebagai pahlawan yang mampu mengatasi penderitaannya dan memulihkan kembali dari sakit yang diderita.

Sebagai seorang guru, tetap menjadi seorang pahlawan bagi anak-anak didik. Setiap waktu, seorang guru berjuang mendampingi anak-anak dalam proses pembelajaran. Seorang guru, berdiri pada garis depan untuk setia mendampingi anak-anak dalam  menatap masa depan generasi muda. Di mata seorang murid, guru adalah pahlawan yang setia menemani mereka di saat mereka menapaki jalan panjang meraih cita-cita.

Keceriaan anak-anak memperlihatkan keceriaan masa depan. Menjadi seorang murid, menjadi seorang pembelajar yang terus menggali pengetahuan baru untuk membangun kualitas diri. Sekolah Insan Teratai yang berdiri tegak itu, memberikan harapan bagi mereka yang masih mengais masa depan melalui jalur pendidikan. Sejarah munculnya peringatan Hari Pahlawan ini mengacu pada peristiwa pertempuran pada 10 November 1945 di Surabaya. Memang moment ini kita mengenang kembali jasa para pahlawan di masa lalu dan sekaligus bagaimana kita menanamkan nilai-nilai kepahlawanan pada generasi muda saat ini.


Menjadi pahlawan dalam konteks saat ini, tidak berarti harus mengorbankan nyawa demi orang yang kita bela. Namun setiap orang bisa menjadi pahlawan untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Kita menjadi pejuang untuk memberantas kemiskinan, kemelaratan dan membangun masa depan yang lebih baik. Beranilah menjadi pahlawan untuk diri sendiri.***(Valery Kopong)

Wednesday, November 9, 2022

Nilai Perutusan

 

Sumber foto:Kompasiana 

Pernyataan Santo Hironimus yang sangat populer, yakni “tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus.” Pernyataan ini sederhana namun jika ditilik secara lebih dalam, memiliki kedalaman makna. Kitab Suci, terutama Perjanjian Baru yang mengisahkan tentang Yesus dan karya pewartaan-Nya, perlu digali secara mendalam oleh seorang pembaca. Membaca Kitab Suci  merupakan cara sederhana untuk menyelami kehidupan Yesus. Kitab Suci terutama Perjanjian Baru ditulis setelah ratusan  tahun Yesus berkarya di dunia sampai pada puncak pengorbanan diri-Nya di kayu salib. Semula ketika  Yesus masih berkarya di dunia ini, orang belum memikirkan menulis tentang-Nya. Namun dalam perjalanan waktu, orang menyadari bahwa hidup dan karya Yesus perlu diabadikan dalam buku Kitab Suci dan menjadi sumber iman.

 

Terkadang membaca Kitab Suci, saya sendiri memberikan apresiasi pada para penulis yang dalam keterbatasan berhasil membuat tulisan-tulisan yang bermakna. Melewati proses panjang adalah hal lumrah yang harus dilalui oleh seorang penulis dan jauh lebih penting adalah bahwa dalam menulis, seorang penulis Kitab Suci dituntun dan diilhami oleh Roh Kudus. Roh Kudus memainkan peranan penting dalam proses penulisan itu.  

 

Kitab Suci memberikan gambaran iman dan sekaligus memperkenalkan Yesus sesungguhnya. Karena itu ajakan Santo Hironimus menjadi sebuah ajakan penuh makna untuk memahami secara mendalam, siapa itu Yesus sebenarnya. Yesus Kristus seperti yang tertulis dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, menggambarkan dua sisi kehidupan, baik sebagai manusia biasa maupun sebagai Tuhan. Sebagai manusia biasa, Yesus bisa mengalami rasa lapar dan bisa makan namun aspek lain yang memperlihatkan keilahian Yesus adalah mukjizat yang dilakukan oleh Yesus.

 

Kitab Suci Perjanjian Baru yang kita kenal dan terima saat ini berjumlah 27 kitab dan tentu saja proses penulisan itu memakan waktu lebih dari 100 tahun. Pengalaman kebangkitan Yesus dan peristiwa turunnya Roh Kudus menjadi momentum penting untuk bergerak maju dalam karya pewartaan dan merasakan arti kehadiran Yesus. Peristwa Pentakosta seakan menjadi penyulut utama dalam membakar semangat para murid untuk tidak berdiam diri tetapi bergerak keluar untuk memberikan kesaksian tentang Kristus yang bangkit dan karya-karya-Nya.

 

Nilai sebuah perutusan tidak hanya berhenti pada mengenal tentang Kristus tetapi lebih dari itu ada gerak keluar untuk memberikan kesaksian tentang-Nya lewat cara hidup sederhana.  Perutusan Kristus adalah perutusan penuh resiko. Resiko bukan menjadi alasan bagi seorang Kristiani untuk berdiam diri tetapi justru tantangan yang dihadapi itu memberikan spirit bagi para pewarta.   Lukas 10:3 “Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.” Mengenal Kristus berarti memahami juga tentang nilai perutusan. Hanya dengan pewartaan itu, dunia tahu tentang siapa sesungguhnya Yesus.***(Valery Kopong)

 

 

Tuesday, November 8, 2022

Tindakan Penyelamat

 

sumber foto:katolisitas.org

Ketika membaca kisah tentang bagaimana Yesus mewartakan Kerajaan Allah, ada dua cara unik yang selalu dipakai, yakni mewartakan dengan kata-kata dan tindakan. Untuk bisa membangkitkan rasa ingin tahu para pendengar tentang Kerajaan Allah, Yesus mencoba untuk menggiring kesadaran mereka dengan menampilkan perumpamaan-perumpamaan. Perumpamaan yang digunakan Yesus ini menjadi pintu masuk bagi para pendengar untuk memahami esensi tentang Kerajaan Allah.

 

Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus bukan sesuatu yang baru karena sebelum kehadiran Yesus, warta tentang Kerajaan Allah sudah digaungkan di kalangan orang Yahudi. Pemahaman Kerajaan Allah secara politis, menginginkan Mesias yang akan hadir dan kepenuhan Kerajaan Allah, sebagai tokoh politis yang mampu mengatur seluruh tatanan kehidupan manusia. Mesias tampil sebagai tokoh politik dengan gagah memimpin bangsa Israel melawan penjajah Romawi dan penindas rakyat.

 

Pemahaman Kerajaan Allah secara Yuridis-religius,  menginginkan jika Kerajaan Allah bisa terwujud maka satu-satu cara adalah hidup sesuai dengan tuntutan hukum Taurat. Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus adalah Kerajaan Allah yang penuh suka cita. Kerajaan Allah itu tidak dipahami dari sisi wilayah kekuasaan seperti kerajaan duniawi namun Kerajaan Allah yang diwartakan itu merupakan “tindakan penyelamatan” yang dilakukan oleh Yesus sebagai Mesias. Karena itu warta tentang Kerajaan Allah yang diproklamirkan oleh Yesus, bukan sesuatu “yang akan terjadi” dan masih angan-angan, melainkan Kerajaan Allah, sudah dan sedang terjadi dalam diri Yesus.

 

Dalam diri Yesus menjadi kepenuhan Kerajaan Allah, dan tindakan penyelamatan itu dimulai oleh Yesus sendiri. Keberpihakan pada mereka yang miskin dan papa, memberikan proteksi pada mereka yang tertindas, merupakan wujud Kerajaan Allah yang dinantikan itu. Dalam mewartakan Kerajaan Allah, Yesus menggunakan perumpamaan dan menegaskan kata-kata itu dengan tindakan yang menyelamatkan, seperti mukjizat yang diperlihatkan pada khalayak umum sebagai cara sederhana Yesus menghadirkan Kerajaan Allah itu.  

 

Sebagai pengikut Yesus, kita pun bisa melakukan tindakan keberpihakan pada mereka yang miskin dan papa. Dengan membantu orang lain yang sedang menderita, merupakan tindakan penyelamatan dan Kerajaan Allah hadir di situ. Sekecil apa pun tindakan kita pada orang lain maka secara tidak langsung, kita sedang menghadirkan Kerajaan Allah secara paripurna.***(Valery Kopong)

 

 

 

 

Monday, November 7, 2022

Video Suster Yang Viral

 

Sebuah video yang kini lagi viral, memperlihatkan seorang biarawati Katolik secara terang-terangan mendukung salah satu calon presiden pada pemilihan umum di tahun 2024 nanti. Video tersebut, saya share ke grup WA para ketua lingkungan. Saya mendapatkan reaksi yang berbeda. Ada yang mengatakan bahwa sebaiknya di grup itu tidak boleh membahas persoalan mengenai politik, sedangkan ada juga yang mendukung, sebaiknya para ketua lingkungan juga harus melek politik supaya bisa memberikan pemahaman yang jernih pada umat yang dilayaninya.

Dengan sadar dan tahu bahwa video yang saya share itu pasti mendapatkan reaksi yang berbeda. Bagi mereka yang selama hidup menggereja dan terkesan tidak mau tahu tentang kehidupan politik, merasa alergi dengan politik. Sedangkan bagi ketua-ketua lingkungan yang selalu terlibat dan mendiskusikan tentang politik, memberikan respon yang positif. Dari tanggapan-tanggapa itu, pada akhirnya saya coba mengklarifikasi dengan merujuk pada Kitab Hukum Kanonik. Kan. 287 - § 2. Janganlah mereka turut ambil bagian aktif dalam partai-partai politik dan dalam kepemimpinan serikat-serikat buruh, kecuali jika menurut penilaian otoritas gerejawi yang berwenang hal itu perlu untuk melindungi hak-hak Gereja atau memajukan kesejahteraan umum.

Merujuk pada Kan. 287 - § 2, terlihat jelas batas keterlibatan kaum klerus maupun seorang biarawan / biarawati. Kalau video yang menyatakan dukungan itu dilakukan oleh seorang awam maka itu dilihat sebagai sesuatu yang biasa saja. Namun menjadi menarik bahwa dalam video itu seorang suster (biarawati) menyatakan secara terangan-terangan untuk mendukung salah satu kandidat calon presiden, maka ini perlu diluruskan dengan melihat latar belakang kehidupannya sebagai seorang biarawati. Banyak pertanyaan yang muncul dari beberapa teman. Apakah ada kaitan antara capres yang bersangkutan dengan suster yang menyatakan dukungan tersebut? Bagaimana dengan reaksi pimpinan kongregasi yang melihat salah satu anggotanya menyatakan dukungan terhadap capres?

Tidak lama video ini viral, muncul juga video klarifikasi dari suster yang bersangkutan, hanya saja video klarifikasi itu sepertinya tidak menjawabi alasan, mengapa suster itu bisa mengatakan dukungan secara terang-terangan terhadap salah satu capres. Klarifikasi ini memberikan gambaran bahwa biarawati ini belum paham dan tidak bisa membedakan mana yang menjadi tugas kewenangannya dan terutama kurang memahami koridor yang tertera pada Kitab Hukum Kanonik yang melarang keterlibatan kaum klerus maupun seorang biarawan-biarawati dalam kehidupan politik.

foto: screen shoot dari video
Memang, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kita perlu mengetahui kondisi perpolitikan nasional. Saat ini partai politik sedang mencari jagoan-jagoan untuk dideklarasikan menjadi calon pemimpin masa depan Indonesia. Sebagai seorang biarawati sekaligus sebagai warga negara Indonesia memiliki hak yang sama dalam kehidupan bernegara. Namun belum waktunya untuk menyatakan dukungan kepada salah satu capres. Jika seorang biarawati sudah mulai menyatakan dukungan kepada salah satu capres secara terbuka maka ini membingungkan umat. Apa motif di balik dukungan itu dan  ke mana arah perjalanan biara? ***(Valery Kopong)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Friday, November 4, 2022

Bertutur

 

Ketika memulai pelajaran agama Katolik, khusus kelas X, ada sesuatu yang menarik untuk dicermati terutama terkait materi tentang Kitab Suci Perjanjian Lama. Kitab Suci  (Alkitab) yang kita terima hari ini, memberikan banyak gambaran tentang proses memulai penulisan. Proses yang dilalui memang sangat panjang dan memiliki kisah tersendiri. Menelusuri proses penulisan ini, bisa dibayangkan betapa orang-orang (para penulis Kitab Suci) pada saat itu dalam keterbatasan sarana dan prasarana namun berusaha untuk pada akhirnya memulai sebuah karya besar.

Dari catatan-catatan sejarah perjalanan proses penulisan Kitab Suci, kita tahu bahwa para penulis menggunakan kulit hewan (perkamen) sebagai tempat untuk menuangkan tulisan-tulisan. Bisa dibayangkan, berapa kulit hewan yang dibutuhkan untuk memulai proses penulisan Kitab Suci itu? Namun dalam perkembangan lebih lanjut, ditemukan gelagah Papyrus yang menjadi bahan dasar untuk membuat kertas maka para penulis mulai beralih ke kertas sebagai tempat untuk menulis.

Kita meyakini bahwa para penulis Kitab Suci tidak hanya mengandalkan diri sendiri dalam memulai sebuah karya besar, terutama menulis Kitab Suci tetapi para penulis diilhami oleh Roh Kudus. Roh Kuduslah yang bekerja dan memenuhi akal dan budi mereka sehingga bisa menuliskan Kitab Suci secara baik.

Kitab Suci Perjanjian Lama memuat pengalaman iman umat Israel. Namun sebelum ditulis menjadi sebuah buku yang kita kenal sebagai Kitab Suci, mereka tetap menghidupi Tradisi lisan sebagai sebuah proses pewarisan terhadap generasi-generasi muda. Kisah tentang penciptaan manusia dan alam semesta, kisah keluarnya bangsa Israel dari Mesir, dan kisah-kisah lain, dituturkan secara lisan pada ratusan tahun, yang pada akhirnya ditulis.

Melihat periodesasi kehidupan bangsa Israel dan perkembangan dari waktu ke waktu, dapat kita katakan bahwa tradisi lisan masih memainkan peranan penting dalam penuturan lisan. Antara tahun 1800-1600 sebelum Masehi, periode ini dikenal sebagai zaman Bapa-bapa bangsa Israel, yakni Abraham, Ishak dan Yakub. Berbicara tentang sejarah awal perjalanan hidup orang Israel, tidak terlepas dari panggilan Abraham. Pada usia 75 tahun, Allah memanggil Abram dan Ia menjawabi panggilan itu. Abram menjawabi panggilan Allah itu dengan bergerak keluar dari kampung halamannya dan pergi ke tempat yang dijanjikan oleh Allah. Ada tiga janji yang diberikan oleh Allah kepada Abraham, Bapa segala bangsa, yakni mendapatkan berkat, keturunan yang besar dan tanah terjanji yaitu tanah Kanaan.

sumber gambar: google

Pada periode Bapa-Bapa bangsa, Kitab Suci belum ditulis. Namun kisah panggilan Abraham ini menjadi titik awal sejarah perjalanan Israel dan terus dituturkan secara lisan terutama pada generasi-generasi muda.***(Valery Kopong)  

 

Thursday, November 3, 2022

Tradisi Gereja

 

Ketika mengajar agama Katolik, sering ditanyakan oleh anak-anak murid tentang berapa sumber iman orang Katolik. Dengan sederhana saya menjawab bahwa ada tiga sumber yang dijadikan sebagai dasar penguatan iman Katolik. Sumber-sumber yang dimaksudkan  adalah Kitab Suci, Tradisi Gereja  dan Magisterium Gereja. Saya berusaha menjelaskan satu persatu mengenai tiga sumber yang dimaksudkan itu. Namun ada saja anak yang bertanya lanjut, mengapa Tradisi dijadikan sebagai salah satu sumber iman?   Tentang alasan, mengapa Gereja Katolik menjadikan Tradisi Gereja sebagai salah satu sumber iman, terlihat jelas pada doa-doa yang merupakan warisan berharga dari para rasul.

Tradisi Gereja merupakan warisan penting dan membantu umat untuk mengembangkan imannya akan Allah. Sebelum Kitab Suci ditulis, umat Israel tetap menuturkan secara lisan akan pengalaman iman bangsa pilihan Allah pada generasi-generasi muda. Kisah penciptaan alam semesta dan manusia yang kini bisa kita baca dalam Kitab Kejadian, sesungguhnya dimulai dari cerita-cerita lisan yang terus mentradisi dari satu generasi ke generasi lain. Atau juga dalam kisah keluarnya bangsa Israel dari Mesir, pengembaraan di padang gurun sampai perjanjian Sinai, pada awalnya dituturkan secara lisan sebagai bagian dari pengalaman iman dan intervensi Allah dalam seluruh perjalanan hidup mereka.

Dalam rentang waktu panjang sebelum para penulis memikirkan untuk menulis Kitab Suci, sesungguhnya Tradisi memainkan peranan penting. Pertanyaan lanjut adalah apa itu Tradisi dan apa contoh konkret Tradisi itu? Tradisi Gereja atau sering disebut sebagai Tradisi Suci yang diajarkan oleh Gereja Katolik adalah Tradisi Apostolik. Tradisi Apostolik mengakar pada kehidupan para rasul yang diperintahkan oleh Yesus untuk mewartakan kabar baik kepada semua orang (lih.Matius 28:19-20). Jika melihat teks Injil Matius 28, memberikan gambaran tersendiri tentang misi perutusan Yesus kepada para rasul. Misi perutusan ini menjadi sebuah keharusan yang dilakukan oleh para rasul dengan memperlihatkan dua cara pewartaan, yakni secara lisan dan tertulis. Pewartaan secara lisan ini disebut Tradisi Suci dan tidak terpisahkan dari Kitab Suci.  


Dalam buku Katekismus Gereja Katolik secara tegas memperlihatkan dua model pewartaan yang pernah dilakukan oleh para rasul.

KGk 76    Sesuai dengan kehendak Allah terjadilah pengalihan Injil atas dua cara:
– secara lisan “oleh para Rasul, yang dalam pewartaan lisan, dengan teladan serta penetapan-penetapan meneruskan entah apa yang mereka terima dari mulut, pergaulan, dan karya Kristus sendiri, entah apa yang atas dorongan Roh Kudus telah mereka pelajari”;
– secara tertulis “oleh para Rasul dan tokoh-tokoh rasuli, yang atas ilham Roh Kudus itu juga membukukan amanat keselamatan” (DV 7).


Para rasul telah mewariskan Tradisi Suci kepada Gereja. Para rasul mengalami secara langsung tentang kehidupan Yesus dan pewartaan-Nya. Karena itu atas perintah Yesus, “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku,” merupakan sebuah keharusan yang tetap dilakukan demi tegaknya Kerajaan Allah di dunia ini. ***(Valery Kopong)

 

Wednesday, November 2, 2022

Hidup Abadi


 

Setiap tanggal 2 November, Gereja mendoakan arwah orang-orang yang sudah meninggal dunia. Hari ini juga setiap media sosial terutama dari kalangan Katolik berusaha memposting foto-foto orang yang sudah dipanggil oleh Allah melalui peristiwa kematian. Memang, terasa ada kesedihan yang menggelayut di hati namun ketika ada gerakan bersama untuk mendoakan mereka yang sudah meninggal dunia, rasanya ingatan kita tentang mereka yang sudah meninggal itu bangkit kembali. Ada memori pada masa lampau terbongkar kembali dan kenangan-kenangan lain bersama mereka masih hidup di dunia ini mulai terulang kembali.

Kalangan Katolik yang memposting foto-foto orang yang sudah meninggal itu, mengharapkan doa-doa dari sama saudara untuk jiwa mereka yang dipanggil Tuhan. Ketika bercerita dengan salah seorang teman setelah mengadakan novena arwah hari pertama, ada satu pertanyaan penting dilontarkan oleh teman. Ke mana jiwa  mereka pergi setelah mengalami kematian? Kematian yang dialami oleh orang-orang yang sudah mendahului kita, tidak hanya melenyapkan kehidupan itu sendiri. Memang tubuh yang fana menyatu dengan tanah tetapi jiwanya tetapnya hidup dalam keabadian.

Dalam iman kekatolikan, kita percaya bahwa mereka yang sudah meninggal akan memperoleh hidup abadi. Namun untuk memperoleh keabadian hidup itu perlu melewati proses, melewati pengadilan dan pada akhirnya Hakim Agung yang menentukan untuk layak masuk surga yang abadi ataukah masih berada di api penyucian. Bagi mereka yang saat ini masih berada di api penyucian, tentunya mengharapkan doa-doa dari kita yang masih berziarah di dunia ini. Doa-doa kita yang masih hidup sangat membantu mereka agar kelak boleh mengalami kerahiman Allah dan menikmati kebahagiaan kekal. 

Apa jaminan hidup kekal? Pertanyaan ini bertitik tolak pada penegasan Yesus, “Akulah jalan, kebenaran dan hidup.” Yesus memperkenalkan diri sebagai jalan yang harus dilalui oleh setiap jiwa yang sudah beralih dari dunia ini. Di jalan yang dituntun oleh Yesus, mereka yang sudah meninggal dan percaya kepada Kristus boleh menikmati rumah Bapa yang abadi. “Di rumah Bapak-Ku banyak tempat,” kata Yesus. Kita berusaha untuk masuk ke dalam rumah yang sudah disiapkan Yesus itu dan beroleh keselamatan kekal.***(Valery Kopong)

Tuesday, November 1, 2022

Sabda Bahagia

 

Setiap tanggal 1 November, Gereja merayakan Hari Raya Semua Orang Kudus. Dalam perayaan itu, kita mengenangkan orang-orang kudus, baik yang sudah dikanonisasi menjadi orang kudus, maupun yang belum. Kehidupan orang-orang kudus menjadi penting dan menjadi pembelajaran bagi kita semua yang masih tengah berziarah di dunia ini. Mereka telah memperlihatkan diri sebagai orang-orang tangguh dan berani mempertahankan imannya akan Kristus.

Sejak kapan Gereja Katolik mulai menetapkan perayaan untuk mengenang orang-orang kudus? Gereja telah mulai menghormati para Santo/ Santa dan martir sejak abad kedua. Hal ini terlihat dari catatan kemartiran St. Polycarpus di abad kedua sebagai berikut: “Para Prajurit lalu,…. menempatkan jenazahnya [Polycarpus] di tengah api. Selanjutnya, kami mengambil tulang- tulangnya, yang lebih berharga daripada permata yang paling indah dan lebih murni dari emas, dan menyimpannya di dalam tempat yang layak, sehingga setelah dikumpulkan, jika ada kesempatan, dengan suka cita dan kegembiraan, Tuhan akan memberikan kesempatan kepada kita untuk merayakan hari peringatan kemartirannya, baik untuk mengenang mereka yang telah menyelesaikan tugas mereka, maupun untuk pelatihan dan persiapan bagi mereka yang mengikuti jejak mereka.” (St. Polycarpus, Ch. XVIII, The body of Polycarp is burned, 156 AD).

Di saat Gereja merayakan Hari Raya Semua Orang Kudus, teks kitab suci, khususnya bacaan Injil memperlihatkan Sabda Bahagia yang diucapkan oleh Yesus. Membaca Sabda Bahagia ini, Yesus memperlihatkan serangkaian ucapan bahagia secara paradoks, bertentangan dan penuh dengan kejutan. "Berbahagialah orang yang miskin dalam roh..." Betapa beruntungnya jika kami tidak kecanduan hal-hal materi. Di sini PutraMu memberi tahu bagaimana mewujudkan keinginan manusia yang terdalam, yaitu keinginan akan Tuhan, bukan kepada yang sementara belaka. Kehidupan orang-orang kudus selama hidupnya memperlihatkan kualitas diri yang lebih terbuka kepada Allah dan bermati raga ketimbang mengandalkan kekayaan duniawi yang tidak menjanjikan kebahagiaan abadi.


Dalam bacaan Injil terutama tentang sabda bahagia, dilukiskan oleh penginjil “Berbahagialah orang yang lemah lembut...” Kata lemah lembut menggambarkan karakter Allah yang Maharahim, berbelas kasih. Kasih Allah yang diperlihatkan adalah kasih yang melampaui logika manusia, kasih tanpa batas. Begitu besar kasih Allah kepada dunia maka Ia mengutus Putera-Nya yang tunggal sebagai penebusan bagi manusia. Kedalaman kasih yang diperlihatkan kepada dunia penuh heroik karena hanya melalui jalan terjal heroik itu, kasih Yesus memperlihatkan titik kesempurnaan. Yesus menegaskan diri-Nya sebagai jalan, kebenaran dan hidup, hal ini memberikan jaminan masa parusia nanti. Ia telah menyediakan tempat abadi bagi kebahagiaan kekal seperti yang dialami orang-orang kudus.***(Valery Kopong)