Wednesday, November 9, 2022

Nilai Perutusan

 

Sumber foto:Kompasiana 

Pernyataan Santo Hironimus yang sangat populer, yakni “tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus.” Pernyataan ini sederhana namun jika ditilik secara lebih dalam, memiliki kedalaman makna. Kitab Suci, terutama Perjanjian Baru yang mengisahkan tentang Yesus dan karya pewartaan-Nya, perlu digali secara mendalam oleh seorang pembaca. Membaca Kitab Suci  merupakan cara sederhana untuk menyelami kehidupan Yesus. Kitab Suci terutama Perjanjian Baru ditulis setelah ratusan  tahun Yesus berkarya di dunia sampai pada puncak pengorbanan diri-Nya di kayu salib. Semula ketika  Yesus masih berkarya di dunia ini, orang belum memikirkan menulis tentang-Nya. Namun dalam perjalanan waktu, orang menyadari bahwa hidup dan karya Yesus perlu diabadikan dalam buku Kitab Suci dan menjadi sumber iman.

 

Terkadang membaca Kitab Suci, saya sendiri memberikan apresiasi pada para penulis yang dalam keterbatasan berhasil membuat tulisan-tulisan yang bermakna. Melewati proses panjang adalah hal lumrah yang harus dilalui oleh seorang penulis dan jauh lebih penting adalah bahwa dalam menulis, seorang penulis Kitab Suci dituntun dan diilhami oleh Roh Kudus. Roh Kudus memainkan peranan penting dalam proses penulisan itu.  

 

Kitab Suci memberikan gambaran iman dan sekaligus memperkenalkan Yesus sesungguhnya. Karena itu ajakan Santo Hironimus menjadi sebuah ajakan penuh makna untuk memahami secara mendalam, siapa itu Yesus sebenarnya. Yesus Kristus seperti yang tertulis dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, menggambarkan dua sisi kehidupan, baik sebagai manusia biasa maupun sebagai Tuhan. Sebagai manusia biasa, Yesus bisa mengalami rasa lapar dan bisa makan namun aspek lain yang memperlihatkan keilahian Yesus adalah mukjizat yang dilakukan oleh Yesus.

 

Kitab Suci Perjanjian Baru yang kita kenal dan terima saat ini berjumlah 27 kitab dan tentu saja proses penulisan itu memakan waktu lebih dari 100 tahun. Pengalaman kebangkitan Yesus dan peristiwa turunnya Roh Kudus menjadi momentum penting untuk bergerak maju dalam karya pewartaan dan merasakan arti kehadiran Yesus. Peristwa Pentakosta seakan menjadi penyulut utama dalam membakar semangat para murid untuk tidak berdiam diri tetapi bergerak keluar untuk memberikan kesaksian tentang Kristus yang bangkit dan karya-karya-Nya.

 

Nilai sebuah perutusan tidak hanya berhenti pada mengenal tentang Kristus tetapi lebih dari itu ada gerak keluar untuk memberikan kesaksian tentang-Nya lewat cara hidup sederhana.  Perutusan Kristus adalah perutusan penuh resiko. Resiko bukan menjadi alasan bagi seorang Kristiani untuk berdiam diri tetapi justru tantangan yang dihadapi itu memberikan spirit bagi para pewarta.   Lukas 10:3 “Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.” Mengenal Kristus berarti memahami juga tentang nilai perutusan. Hanya dengan pewartaan itu, dunia tahu tentang siapa sesungguhnya Yesus.***(Valery Kopong)

 

 

0 komentar: