Beberapa waktu lalu, tepatnya di hari pahlawan, seorang perempuan yang pernah mendonorkan ginjalnya ke salah seorang yang membutuhkan, meninggal dunia. Kepergiannya cukup mengagetkan dan mengundang perhatian publik. Setahun sebelumnya, Fransisca Ncis mendonorkan ginjalnya pada Budi, seorang yang gagal ginjal. Budi bukan keluarganya tetapi karena keprihatinan maka ia berani memberikan ginjalnya, organ tubuh yang sangat vital untuk diberikan kepada orang yang membutuhkan. Apa yang dilakukan oleh Fransisca Ncis merupakan “tindakan heroik” untuk menyelamatkan orang lain. Ia menempatkan penderitaan orang lain (Budi) sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam hidupnya.
“Organ
tubuhmu tak diperlukan di surga, tapi diperlukan di dunia.” Kata-kata yang
keluar dari mulut seorang Fransisca Ncis ini menggambarkan sikap peduli pada
sesama manusia yang tengah berziarah di
dunia ini. Bahwa segala hal yang fana, termasuk organ tubuh masih bermanfaat
jika kita masih hidup di dunia ini sejauh diberikan pada orang yang tepat dan
pada situasi yang tepat pula. Memang organ tubuh tidak diperlukan di surga
karena ketika manusia mati, jazadnya melebur dan menyatu dengan tanah, ibu
pertiwi.
Dalam refleksi iman, kita bisa melihat pengorbanan diri seorang Fransisca Ncis berkaca pada sikap imannya akan Kristus yang diimani. Kehadiran Yesus di dunia ini membawa suatu harapan baru bagi manusia yang telah ditebus dengan darah dan nyawa-Nya di atas kayu salib. Pengalaman salib bukanlah pengalaman buntu tetapi pengalaman salib membawa puncak keselamatan dunia. Sebagai pengikut Kristus, penderitaan yang dilalui oleh Yesus adalah jalan terjal untuk memulihkan dunia dan menyelamatkan manusia. Hanya melalui pengalaman salib dan Jumat Agung, kita boleh bergembira merayakan warta kebangkitan Kristus pada Minggu Paskah.
Hidup
yang sedang kita jalani ini tentu membawa dua sisi yang berbeda. Terkadang kita
mengalami pengalaman kegelapan (pengalaman Jumat Agung) dan terkadang kita boleh
merayakan kegembiraan Paskah setelah melewati jalan terjal kehidupan ini. Kita menyadari
bahwa pengalaman pahit dan manis telah dilalui oleh Fransisca Ncis. Mendonorkan
ginjalnya pada Budi merupakan sebuah
tindakan mulia. Ia rela berbagi pada orang lain, walaupun yang dibagi itu adalah
hal yang sangat vital dalam hidup. Dalam
sikap imannya, ia menyatukan pengorbanannya dengan kurban Kristus di salib
untuk melihat jeritan seorang Budi yang gagal ginjal itu sebagai orang yang
wajib ditolongnya. “Budi, penerima
ginjal dari Fransiska Ncis turut mengantar kepergian abadi almarhumah. Kasih
sejati memberi tanpa syarat. Budi akan membawa kenangan bersama Fransiska yang
akan hidup selamanya. Melihat Budi menggenggam erat tangan Fransiska untuk
terakhir kalinya, rasa haru menyeruak. Budi seolah berbisik: Sebagian dari
dirimu akan terus hidup bersamaku." Hidup ini sudah jadi berkat.***(Valery
Kopong)
0 komentar:
Post a Comment