Tuesday, June 8, 2010

PADI


Ketika menjalani masa live in di Yogyakarta, hampir setiap hari aku dan Bapak Wagimin pergi ke sawah. Saat matahari menyapa sang petani dengan tebaran sinarnya, Bapak Wagimin seakan terus didukung untuk membenamkan langkahnya di pematang sawah. Sebagian besar hamparan padi yang sedang menguning dikunjunginya. Padi pun terus bergoyang diterpa angin dan ia (padi) terus bergoyang dalam ketertundukkan. Goyangan padi yang menguning mengisyaratkan sebuah pepatah yang tak lekang oleh panas dan tak akan lapuk jika terkena hujan.
“Semakin berisi semakin merunduk.” Inilah sebuah baris pepatah yang menghantui setiap perjalanan anak manusia. Melihat padi berisi dengan posisi merunduk, sepertinya melihat para intelektual yang walaupun kemampuan berpikir mereka sudah matang dan perlu terwujudkan nilai kesederhanaan di tengah dunia yang semakin pongah.
Kepribadian Yesus sendiri adalah pribadi yang rendah hati. Ia selalu merunduk, selain sebagai bentuk ketaatan-Nya pada Bapa namun juga berani bersolider dengan manusia. Kelahiran-Nya di Betlehem, sebuah kandang yang hina, dapat dilihat sebagai bentuk kesederhanaan Allah yang terjelma dalam diri Yesus. Bahkan ketika Dia meninggal, Ia dikuburkan pada kubur batu yang juga merupakan sebuah pinjaman. Apakah keberadaan-Nya ini merupakan sebuah takdir yang terencana sebagai bentuk keberpihakan Allah akan manusia?
Seperti padi yang selalu merunduk, tanda kesederhanaan dan memberikan dirinya sebagai santapan manusia, demikian juga Yesus. Ia memperlihatkan jalan kesederhanaan dan berani mendengarkan orang-orang yang oleh masyarakat dianggap sebagai kaum buangan. Kehadiran-Nya membawa nuansa baru bahkan membawa kehidupan baru bagi mereka yang lemah ditengah ketakberdayaan.***(Valery Kopong)

0 komentar: