Thursday, June 10, 2010

MEMBACA DERITA AYUB
Dalam sejarah perjalanan umat manusia, selalu terlihat pengalaman derita yang dialami oleh manusia dan ketergantungan manusia terhadap Allah. Ketika pengalaman ini mendera manusia, pada saat yang sama, refleksi batin pun muncul sebagai bentuk kesadaran untuk mendekatkan diri pada Allah. Allah menjadi sungguh terlibat dalam “puing-puing” derita dan kekecewaan. Dari mana semua penderitaan itu bersumber? Dari Allah atau dari ulah manusia sehingga penderitaan itu tetap “menghujani” manusia?
Ayub dalam pengalaman menghadapi penderitaan, ia sungguh teruji kesabaran oleh Allah sendiri. Baginya, Allah adalah sandaran pertama dan terakhir, tempat ia mempertahankan diri. Ayub kehilangan segala-galanya: anak, ternak dan harta bendanya. Bahkan, isteri dan sahabat-sahabatnya pun “meninggalkan” dia; mereka mempersalahkan dia. Tiada tara beban deritanya. Tetapi, ia tetap beriman kepada Tuhan, Allahnya. Dengan kondisi ketakberdayaan ini, Ayub masih setia dengan Allah, yang sedang memberinya ujian. Apa yang sesungguhnya membuat ia bertahan di “pergelangan” derita? Ayub tidak kehilangan harapan. Harapan yang bertumpuh dalam dirinya menjadi titik topang yang membuat ia tegar dalam menghadapi cobaan yang luar biasa. Iman dan harapan adalah “benteng” pertahanan bagi orang yang beriman. Mungkinkah kita rela menerima cobaan dari Allah seperti Ayub?***(Valery Kopong)

0 komentar: