Monday, October 19, 2020

Batas Garis Hidup

 

Ketika  subuh datang menjemput, orang-orang pada lelap tertidur. Hanya gema adzan yang menggema,  mengajak kaum muslim berdoa dan setidaknya  membangunkan orang-orang lain dari tidur dan juga turut berdoa  sesuai agamanya masing-masing. Rumahku yang terletak dekat di bibir Mushola Al-Amanah, memberikan peluang bagiku untuk mendapatkan informasi tentang doa dan informasi lainnya.  Sabtu subuh, 17 Oktober 2020,  membawa duka  mendalam bagi warta RW 01. Betapa tidak! Empat orang remaja  diberitakan melalui pengeras suara Musholla Al-Amanah bahwa mereka tewas  terlindas truk  di jalan ke arah puncak – Bogor.

Mendengar berita memilukan itu, semua warga bergegas keluar rumah dan mencari tahu tentang siapa saja yang terkena musibah itu dan di mana rumah mereka. Keempat remaja yang tewas terlindas truk itu, ternyata orang-orang muda yang aktif bermain voley ball. Mereka ke puncak pada malam Sabtu dan merayakan ulang tahun salah seorang teman mereka. Sebuah tujuan yang mulia untuk ada bersama dan merayakan kehidupan bagi sahabat mereka yang berulang tahun. Namun ceritera hidup mereka berbicara lain.  Keempat orang yang mengendarai motor dengan berboncengan harus mengakhiri hidup mereka di ujung maut dengan cara yang tragis.

Memulai hidup ataupun mengakhiri hidup, tak satu pun yang tahu. Tak seorang pun menginginkan bahwa kehidupannya berakhir secara tragis. Hidup dan mati berada dalam genggaman Tuhan. Tuhan yang mengatur seluruh kehidupan manusia di dunia, tanpa ada kompromi dengan manusia. Akhir hidup yang dijemput adalah sebuah misteri. Kehebatan manusia dan kecanggihan peralatan teknologi, tak satu pun yang tahu, kapan hidup seseorang itu harus berakhir dan bagaimana caranya seseorang mengakhiri hidupnya di dunia ini.

Tentang kehidupan manusia di hadapan semesta, sepertinya tidak berarti dan manusia menyadari diri kecil di hadapan Allah.  Pemazmur melukiskan batas usia manusia dan kehidupan itu akan lenyap pada waktunya. “Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap” (Mazmur  90:10). Bersama pemazmur, kita juga menyadari diri sebagai makhluk yang rapuh dan tak berdaya. Hidup manusia akan menemukan batas bahkan pada masanya kita dimakan oleh usia.

Memahami Mazmur 90: 10 dalam konteks kematian anak-anak muda, kita hanya berpasrah diri di hadapan Allah dan bahkan orang-orang tua  yang mengalami kehilangan karena kematian orang-orang yang dicintainya secara tragis, hanya bersimpuh dan berdoa di hadapan-Nya. Maut yang menjemput manusia, tidak memilah, mana usia muda dan mana usia tua. Karena itu berbicara tentang kematian, bukan berbicara tentang berapa usia seseorang untuk dijemput maut tetapi kita berbicara tentang kehendak Allah. Allah yang berhak atas kehidupan dan atas kematian ini.***(Valery Kopong)

0 komentar: