Di dinding rumah sahabatku yang rapuh, lukisan seorang gelandangan kumal itu terpampang dan selalu membersitkan wajah yang ceria. Gelandangan itu duduk di tengah sampah kaleng dan botol-botol minuman yang berserakan. Ia selalu tersenyum walaupun keadaan menyedihkan. Di tengah kesuraman, setangkai bunga putih tergenggam lembut di tangan si gelandangan menjadi pusat lukisan. Kelembutan sang gelandangan melindungi keindahan rapuh yang ada di tengah kehancuran.
Selama 20 tahun mendekam di penjara, di tengah kehancuran banyak jiwa, lukisan itu sering mengingatkan bahwa keindahan Allah tak dapat sirna, betapa besar tempat pembuangan itu. Aku hanya perlu melihat pada orang tua yang sedang duduk di bangku sambil membaca kitab suci, atau mendengar tawa seorang muda yang berbicara dengan keluarganya melalui telepon. Keindahan ada dimana-mana tetapi kita harus menggunakan lensa kasih untuk dapat benar-benar menghargainya.
Kita dapat menghargai keindahan Allah dalam situasi bersahaja. Kita dapat melihat Allah melalui senyuman seorang asing atau mendengar suara-Nya lewat kicauan seekor burung gereja. Dengan melakukan hal itu berarti kita belajar untuk hidup dalam hadirat Allah setiap hari.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus. Perumpamaan yang ditampilkan oleh Yesus di dalam injilnya hari ini lebih mengedepankan pemisahan yang tegas antara manusia yang baik dan manusia yang jahat. Melalui perumpamaan tentang jala kehidupan, Yesus mau memperlihatkan mekanisme kerja sebuah jaring, sebuah jala yang tidak mengenal manusia yang baik dan manusia yang jahat. Kedua model manusia ini tetap dijaring untuk masuk dalam perangkap kasih Allah. Allah akan mendaur ulang kehidupan manusia yang jauh dari Allah dan bertentangan dengan etika ilahi. Dapatkah kita membuka diri bagi Allah untuk dijaring dan suatu ketika kita berada bersama-Nya sebagai orang pilihan?
Allah, dalam
pelawatan kepada semua manusia, Ia tidak memandang si gelandangan sebagai musuh
dan melihat si pendoa sebagai sahabat akrab. Ia pasti memberikan porsi
perhatian yang seimbang terhadap semua manusia, yang adalah ciptaan-Nya yang
paling mulia. Kebaikan Allah, tidak jauh berbeda dengan sinar mentari yang
selalu menyapa setiap orang dan alam semesta tanpa bersikap diskriminatif.
Allah adalah gembala tradisi dan nabi untuk masa depan kita. Ia adalah awal dan
akhir, alfa dan omega dari kehidupan ini.***(Valery Kopong)
0 komentar:
Post a Comment