Kemarin sore, minggu 30 Agustus 2020 merupakan momentum penting bagi saya karena didatangi oleh seorang tamu yang tidak biasa. Nama tamu itu, Pak Adi yang selama ini hidup dalam satu komplek perumahan tetapi karena tuntutan kerja maka ia jarang pulang rumah dan lebih banyak menghabiskan waktunya di tempat proyek. Kemarin siang, sekitar pkl. 14.00 lewat, Pak Adi ke rumah saya tetapi hanya bertemu dengan isteri saya dan karena saya lagi ke gereja Gregorius Agung untuk mengurus pengajuan ASAK untuk salah seorang umat lingkungan Maximilianus Kolbe. Saya dihubungi oleh isteri melalui handphone dan menanyakan keberadaan saya serta menginformasikan bahwa ada seorang tamu di rumah. Saya berbicara dengan tamu itu melalui Hp dan ketika saya meminta berbicara tentang maksud kedatangannya ke rumahku, ternyata dia minta waktu untuk bertemu langsung dengan saya karena hal ada penting yang mau ia bicarakan dengan saya. Kami sepakat untuk bertemu dirumahku pada minggu, 30 Agustus 2020, pkl.18.30.
Setelah magrib Pak Adi ke rumahku. Saya mempersilahkan untuk masuk ke rumahku. Kami mengobrol santai dan pada titik puncak obrolan santai itu, saya pun menanyakan maksud kedatangannya ke rumahku. “Aku mau konsultasi sama Bapak Valery sebagai ketua lingkungan karena saya masuk Katolik, ” paparnya di awal pertemuan. Dengan berkonsultasi pada saya dan ia ingin untuk masuk menjadi seorang Katolik, membuat saya kaget karena belum pernah ada yang beragama lain ingin masuk ke agama Katolik selama lingkungan Maximilianus Kolbe berdiri pada hampir belasan tahun yang lalu. “Apa alasan utamamu untuk masuk menjadi Katolik?” tanyaku ingin tahu. “Aku sebenarnya sudah lama, ingin masuk menjadi Katolik. Saya pernah mengikuti katekumen di Jawa Tengah tetapi karena proyek kami berpindah-pindah maka saya terpaksa terhenti mengikuti katekumen. Tahun lalu, saya juga pernah bertemu dengan Romo Sulis, Pastor Paroki Gregorius Agung untuk membicarakan tentang niat saya ini.
Pada akhir dari obrolan itu, saya berpesan bahwa saya akan hubungi sekretariat gereja untuk menanyakan, kapan ada kegiatan katekumen lagi. Di mata Pak Adi, agama Katolik bukan sesuatu yang baru walaupun ia sendiri bukan beragama Katolik. Pak Adi menyelesaikan pendidikan di sekolah Katolik di Palembang dan pendidikan tinggi ditempuhnya di Sanata Dharma Yogyakarta. Pengalaman dalam pendidikan di sekolah Katolik menanamkan memori panjang untuk seseorang yang pernah bersekolah di sekolah Katolik, walaupun yang bersangkutan bukanlah seorang Katolik. Nilai-nilai cinta kasih yang diajarkan di sekolah Katolik memberikan pengaruh penting bagi seseorang yang pada akhirnya mengambil keputusan untuk mengikuti Yesus.
Dalam obrolan bersama Pak Adi, ia mengatakan bahwa ingin masuk Katolik karena cukup tahu tentang ajaran Katolik dan jauh lebih penting adalah mengikuti Yesus Kristus sebagai Sang Juru Selamat. Menurutnya, dalam agama yang dianutnya saat ini, kitab sucinya juga memuat tentang Nabi Isa dan tidak ada salahnya saya masuk ke agama Katolik yang mengakui Yesus Kristus (Isa) sebagai juru selamat. Ada beberapa hal yang kami bicarakan dalam obrolan santai itu. Pak Adi juga menanyakan, mengapa dalam agama Katolik tidak memotong hewan kurban? Saya coba menjelaskan bahwa kisah pengurbanan hewan mengingatkan kita akan Abraham sebagai bapa bangsa, yang mengorbankan Isak anaknya (versi Kristen) dan Ismail (versi Islam), tetapi kemudian Isak tidak jadi untuk dikurbankan namun diganti dengan domba. Mengapa kisah ini tidak diteruskan oleh umat Kristen? Umat Kristiani tidak menyembelih hewan sebagai kurban karena Kristus sudah menjadi kurban utama dalam peristiwa penebusan bagi umat manusia.
Aspek terdalam yang perlu direnungkan dalam hidup kristiani adalah bagaimana nilai cinta kasih dan pengorbanan Kristus diwujudnyatakan oleh para pengikut-Nya dalam keseharian hidup. Menjadi Katolik tidak hanya berhenti “DOA” tetapi yang dituntut adalah buah-buah dari doa itu. Doa dan tindakan nyata sangat dibutuhkan dalam hidup kekatolikan.***(Valery Kopong)
0 komentar:
Post a Comment