Tuesday, November 29, 2022

Tenda Pengungsi

 

Membaca berita di medsos yang beredar pada hari-hari belakangan ini tentang logo gereja yang melekat pada terpal tenda pengungsi korban gempa Cianjur dirobek oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Tindakan yang kurang terpuji ini menuai reaksi beragam dari pada  nitizen. Ada yang berpandangan bahwa sebaiknya kalau membantu orang, jangan membawa logo gereja karena “apa yang dilakukan oleh tangan kanan, tidak boleh diketahui oleh tangan kiri” dan  supaya tidak memancing reaksi. Pandangan sebagian nitizen ini juga baik bahwa memberi harus dengan tulus tanpa memperlihatkan logo serta identas seorang pemberi. Sementara itu ada pendapat lain yang mengatakan bahwa logo gereja itu tetap dipasang karena tenda yang dipakai itu inventaris gereja dan juga sebagai bentuk pertanggung jawaban gereja pada pihak donatur. Semua pandangan ini baik dan bisa diterima.

Dua pandangan nitizen ini berseberangan namun peristiwa yang dikritisi itu sudah terjadi. Dalam sebuah video yang beredar tentang peristiwa perobekan logo gereja pada tenda-tenda pengungsi, memperlihatkan bahwa para pengungsi tidak mempersoalkan logo, entah dari gereja atau dari instansi lain yang memberikan bantuan. Bagi para pengungsi, satu harapan mereka adalah bisa ditolong pada saat darurat ini agar perlahan mereka bisa pulih dan bangkit kembali. Akibat ulah dari orang yang tidak bertanggung jawab itu, tenda-tenda yang disobek logo gerejanya, pada akhirnya bocor dan kemasukan air hujan.

Aksi serupa ini juga mengingatkan penulis akan peristiwa yang pernah muncul di daerah Bantul pada situasi bencana alam. Ketika wilayah Yogyakarta terkena bencana gempa bumi dan memporak-porandakan rumah warga pada beberapa tahun yang lalu, semua pihak membuka mata dan membantu para korban, termasuk gereja. Para pengungsi yang waktu itu mengungsi di area salah satu paroki di Bantul, kebetulan banyak teman-teman muslim juga turut mengungsi di area gereja itu. Tidak jadi masalah karena dalam kondisi darurat dan musibah seperti itu, orang tak lagi memikirkan pengkotak-kotakan berdasarkan agama, tapi yang terpenting adalah bagaimana para pengungsi itu menyelamatkan diri dan ditangani dengan baik.

Sumber foto: www.konteks.co.id

Dalam situasi normal, sepertinya masih terjadi polarisasi kelompok-kelompok agama. Namun sangat disayangkan pada momentum musibah seperti itu, mestinya pemikiran yang sempit tentang agama dan kehidupan keagamaan  itu harus disingkirkan. Yang harus kita munculkan adalah kemanusiaan. Nilai-nilai keagamaan yang selama ini kita pelajari, mestinya diwujudnyatakan dalam tindakan kasih pada mereka yang terkena korban bencana. Puncak pemahaman nilai agama tidak terletak pada narasi biblis saja tetapi justeru mendapatkan penegasan pada tindakan membagi kasih pada mereka yang terluka karena bencana. Sampai saat ini, masih banyak orang Indonesia terlalu mementingkan aspek ketuhanan, sampai lupa dengan aspek kemanusiaan. Mudah-mudahan peristiwa yang tidak terpuji ini tidak terulang lagi.***(Valery Kopong)

No comments: