“Berilah Kami Rejeki Pada Hari ini.” Itulah penggalan doa Bapa Kami yang keluar secara perlahan dari mulut seorang Aurel, anak saya yang masih TK pada belasan tahun lalu. Dia belajar untuk menghafal rumusan doa Bapa Kami. Sambil belajar berdoa, terkadang ia bertanya pada saya, mengapa ada rumusan berilah kami rejeki pada hari ini dan bukannya besok? Pertanyaan seorang anak kecil yang berbau teologis-filosofis, mengundang reaksi saya untuk segera memberikan jawaban. Lama aku bermenung sambil mencari tahu tentang makna rumusan doa-doa bapa kami. “Secara gamblang, saya katakan bahwa orang-orang tentu membutuhkan kebutuhan primer (kebutuhan utama) pada hari ini dan tidak mungkin tertunda sampai besok. Doa ini juga membuka “ruang pengharapan” bagi setiap orang yang percaya pada Allah untuk mendapatkan rejeki untuk menghidupi kebutuhan hidupnya. Tetapi sejauh mana manusia menaruh harap pada Allah yang murah hati?
Memang persoalan tentang hidup berpulang pada pribadi manusia. Ada yang bekerja seharian di bawah terik matahari tetapi rejeki yang diperoleh hanyalah sedikit. “Apa gunanya manusia berjerih lelah di bawah terik matahari?” demikian kata Sang Pengkhotbah. Manusia boleh menjalani hidup dengan amat keras tetapi belum tentu memperoleh hasil sesuai yang diharapkan. Keterlibatan Allah sangat penting karena intervensi Allah membuat seluruh apa yang kita kerjakan menjadi lebih bermakna atau dengan kata lain, Allah membuat hidup ini menjadi lebih hidup dengan mendatangkan rejeki yang secukupnya. Penggalan doa bapa kami di atas menjadi semacam prolog bagi setiap manusia untuk menjalani hidup ini. Membuka hari baru, sepertinya kita membuka selubung rejeki dari Allah dan Allah membiarkan kita bergumul dengan dingin dan terik matahari untuk bekerja. Di sana, di ufuk batas matahari terbenam kita akan melihat, seberapa besar rejeki yang diperoleh.
Di bawah remang-remang matahari yang beringsut pamit dari dunia ini, kadang kita gerutu sambil mempersalahkan Allah yang memberikan rejeki tidak sesuai dengan porsi keinginan manusia. Salahkah Allah dalam memberikan rejeki di luar porsi yang diharapkan? Tapi ingatlah bahwa Allah tentu memberikan rejeki untuk dikonsumsi pada hari ini. Besok ada rejekinya tersendiri karena itu jangan menggabungkan rejeki pada hari ini dan pada hari-hari yang akan datang untuk diterima hari ini. Rejeki yang kita terima adalah bagian terbaik yang diberikan oleh Allah. Dapatkah kita mensyukuri rejeki yang telah diterima dengan lapang dada? Setiap orang memahami hidup ini sebagai sebuah anugerah maka rejekipun merupakan bagian integral dari anugerah hidup itu sendiri. “Bagi orang yang percaya (beriman), hidup adalah sebuah anugerah, dunia adalah lahan lubur, tempat kita mengais rejeki. Tetapi bagi orang yang tidak percaya, mereka melihat hidup ini sebagai penyakit, dunia adalah rumah sakit dan mati adalah jalan keluar yang terbaik.” Anugerah Allah itu indah dan dalam keindahan kita digenggam-Nya.*** (Valery Kopong)
0 komentar:
Post a Comment