Wednesday, September 2, 2020

Salib dan Kegelisahan Sosial

 

Ketika memperingati  hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-75,  pemerintah secara resmi mengeluarkan sebuah logo HUT Kemerdekaan RI. Logo yang dikeluarkan oleh pemerintah ini menimbulkan banyak penafsiran dan bahkan perdebatan di ruang publik karena logo itu mirip salib. Atas tafsiran dan perdebatan ini maka beberapa daerah terpaksa menurunkan spanduk yang ada logo  mirip salib itu. Aksi ini mendapatkan respon dari para nitizen maupun masyarakat umum. Bagi masyarakat yang tidak mabuk agama, logo serupa tidak memberikan pengaruh pada daya tafsir yang berlebihan. Namun agak sedikit berbeda ketika kelompok-kelompok yang menyatakan diri ahlit tafsir, kehadiran logo bermuatan salib menjadi pintu masuk untuk menyerang pemerintah.  

Mengapa logo 17 Agustus yang resmi dikeluarkan oleh pemerintah itu mendapat banyak kritik? Ini pertanyaan penting karena melalui logo itu seakan-akan pemerintah menggiring kesadaran publik untuk memahami misteri terdalam melalui salib yang diperlihatkan secara implisit dalam logo itu.  Mengapa salib membawa pesan ketakutan di ruang publik dan  tidak tanggung-tanggung seorang ulama memberikan kritik pedas karena salib memberikan satu pemahaman tentang  agama dan terutama wilayah Iman dari agama tertentu.  Tetapi jika dilihat dalam keseharian hidup kita banyak tanda yang kita gunakan atau banyak simbol yang kita pakai dalam kehidupan sehari-hari justru menggambarkan atau justru memberikan informasi kepada publik tentang salib itu sendiri.

Katakan saja dalam kaitan dengan perempatan jalan di mana ada titik temu antara dua jalur berbeda,  bersilangan dan membentuk sebuah salib, apakah dengan titik temu yang membentuk sebuah salib ini dan kita semestinya merubah arah jalan ini karena mengarah pada simbol agama tertentu?  Atau contoh lain tentang simbol dari Palang Merah yang  memperlihatkan  salib dengan warna merah dan masih banyak lagi simbol-simbol salib yang mungkin anda jumpai di dalam kehidupan sehari-hari.

Tetapi apabila kita menelusuri dan mempersoalkan simbol salib yang terlihat dalam kehidupan sehari-hari maka pikiran publik semakin terancam oleh kehadiran simbol salib itu.

Pola berpikir dan cara pandang yang keliru ini menunjukkan ada kemunduran pemahaman yang sangat jauh.  Kita mesti memahami bahwa manusia adalah homo simbolicum, dan melalui simbol-simbol itu, manusia bisa mengekspresikan diri untuk memaknai nilai terdalam yang terkandung di dalam simbol itu. Sebagai orang kristiani, salib memberikan pemahaman tersendiri tentang kisah perjalanan mulai dari rumah Pilatus sampai dengan puncak Golgota. Salib telah mengajarkan kepada kita tentang upaya kita memaknai kisah pengorbanan Kristus dan berusaha untuk menerapkan kisah pengorbanan yang sama di dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai pengikut Kristus yang sejati, salib yang dimaknai oleh orang-orang Katolik bukanlah simbol frustrasi atau simbol ketakberdayaan ketika Kristus disalibkan di atas salib seorang diri tetapi makna terdalam salib rahmat keselamatan dan pembebasan manusia dari dosa.

Salib dalam konteks pengalaman iman kristiani, bukankah akhir dari sebuah perjuangan hidup Yesus.  Salib bukanlah titik puncak dari  ketakberdayaan Yesus tetapi melalui salib,  Yesus mengajarkan kepada kita tentang nilai pengorbanan diri karena melalui salib Yesus dengan sadar untuk menjalani misi perutusan di dunia. Salib  pada akhirnya memberikan kepada kita tawaran keselamatan yang abadi.  Salib mesti dimaknai secara baru bahwa dengan salib,  Yesus mau menunjukkan puncak kesetiaan-Nya terhadap Allah yang telah mengutus-Nya.  Melalui salib,  Yesus memperlihatkan bahwa akhir dari sebuah perjalanan bukankah kisah tragis yang terjadi di atas salib tetapi justru dibalik salib itu ada ruang perjumpaan penuh makna tentang keselamatan dunia dan manusia.  Bahwa Yesus menawarkan jalan keselamatan setelah melewati “jalan salib” hidup-Nya. Di balik salib itu itu Yesus bukan mengakhiri hidupnya di atas salib seorang diri tetapi pengalaman salib mengingatkan kita untuk memaku seluruh keangkuhan hidup kita,  dengan salib selain kita memaku seluruh keangkuhan kita tetapi melalui salib juga kita belajar untuk bermatiraga bersama Yesus. Lewat jalan kesengsaraan hidupnya,  hidup penuh makna tidak hanya didasari oleh kesenangan semata-mata tetapi hidup yang penuh makna bisa kita jalani setelah melewati jalan penderitaan itu.  Melalui salib yang menawarkan derita, kematian dan kebangkitan  Yesus dari alam maut merupakan alur yang harus dilalui Yesus untuk menggenapi misi perutusan-Nya  di dunia.  


Di atas salib, Dia mempertanggungjawabkan seluruh karya-Nya dan misi perjalanan-Nya dengan mengatakan, “Bapa, selesailah sudah!” Setelah ia mengatakan demikian ia menundukkan kepala dan dan wafat di kayu salib.  Setelah Ia mati di kayu salib, raga-Nya diturunkan, kemudian dibaringkan di dalam kubur batu yang juga merupakan hasil pinjaman dari seorang Yusuf dari Arimatea.  Pada hari ketiga, Ia dibangkitkan dari alam maut  dan dengan kebangkitan-Nya, maut dikalahkan.  Dengan kebangkitan-Nya dari alam maut,  Yesus memulihkan dunia kembali dan mau menegaskan kepada dunia bahwa maut tidak membinasakan hidup-Nya tetapi melalui maut, Allah meninggikan Dia.  Yesus juga menegaskan kepada kita bawa pengalaman salib juga merupakan pengalaman iman  terdalam tentang kasih dan pengorbanan diri. Nilai  terdalam dari sebuah pengorbanan  Yesus memiliki nilai penting yaitu bahwa keselamatan manusia yang diutamakan.  Dengan salib, Yesus harus keluar dari dirinya untuk kemudian menyatakan kesetiaan kepada Allah dan  menunjukkan juga keberpihakan pada manusia lewat jalan derita. Salib telah mengajarkan kepada kita tentang aku, kamu dan mereka dalam nilai pengorbanan. Karena itu jangan takut melihat salib, semakin Anda takut dengan salib, maka Anda tidak memahami tentang hidup yang berproses, penuh derita dan pengorbanan.***(Valery Kopong)

 

 

 

 

 

 

 

No comments: